Photobucket

Jumat, 06 Juli 2007

Penyintas (Dari berbagai sumber)

Kemarin seorang teman bertanya kepada saya apa arti penyintas dan dari mana asalnya. Terus terang, saya juga baru dengar dari teman saya itu. "Barangkali itu berasal dari kata "sintas"," begitu saya menjawab pertanyaannya. Lalu iseng-iseng saya buka Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga (yang merah). Ternyata memang ada kata "sintas" di dalamnya, tetapi kata "penyintas" tidak ada. Dalam kamus itu disebutkan bahwa "sintas" termasuk kata sifat, artinya 'terus bertahan hidup' atau 'mampu mempertahankan keberadaannya'. Kalau begitu, " penyintas" mestinya berarti "alat untuk mempertahankan hidup" atau "orang yang suka mempertahankan hidup". Serupa dengan kata "pembersih" dan "pemarah".

Ternyata analogi saya meleset. "Penyintas menurut beberapa orang dalam blognya ternyata berarti 'orang yang selamat dari musibah'. Misalnya ada judul "Mati Ketawa ala Penyintas Gempa" (Purnawan Kristanto dalam "Sabda Space"), "Kesaksian Penyintas Jugun Ianfu" (Esther dalam "Esutoru"), dan "Penyintas Topan Durian Mulai Kuburkan Korban Tewas (Kapanlagi.com). "Penyintas" dalam judul-judul tersebut memang bisa diartikan sebagai 'orang yang selamat dari gempa, Jugun Ianfu, dan Topan Durian'.
Akan tetapi, bisakan "penyintas" dalam "Asa Baru Perempuan Penyintas" (Veronica Kusuma dalam Kompas, 4 Desember 2006) diartikan sebagai 'orang yang selamat dari musibah'? Hehehe ... ternyata Veronica punya pengertian lain, "penyintas" itu 'orang yang ditinggalkan'. Wah, makin bingunglah saya.

Dalam kebingungan itu, saya temukan artikel Ayu Utami dalam Koran Sindo, 20 Mei 2007. Judulnya "KODOK NGOREK, Sintas". Katanya, "penyintas" muncul pertama kali pada tahun 2005. Baik di yahoo maupun di google belum banyak dipakai. Di yahoo hanya 200-an, di google ada 400-an. Hebatnya, kata ini muncul bukan dari kalangan ahli sastra ataupun ahli linguistik. Kata ini muncul dari para pegiat alias aktivis LSM dalam konteks bencana. Para pegiat ini memerlukan kata yang lebih pendek untuk menerjemahkan kata "survivor". Mereka paling tidak harus menggunakan tiga patah kata, yakni: "korban yang selamat" (tentu saja dari musibah). Kita tahu, betapa banyak musibah alias bencana yang terjadi tiga tahun terakhir ini. Bayangkan saja kalau setiap kali kita mesti bilang atau mengetik kata itu. Pegel lah ya... Karenanya, mereka butuh "penyintas". Begitulah ...

Dalam perkembangannya, kata ini lantas diinterpretasikan menurut kebutuhan. Tapi masalahnya adalah dari manakah asal kata "sintas" yang baru muncul di Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga itu?