Photobucket

Senin, 05 November 2007

KEINDAHAN TEKA-TEKI YANG HALUS

Hikayat Syah Mardan (HSM) merupakan salah satu hikayat yang memuat alegori-alegori Sufi. Hikayat ini sangat terkenal, terbukti dengan adanya lebih dari tiga puluh manuskrip yang memuatnya. HSM ditulis pada abad ke -17 (tidak sebelum dasawarsa terakhir abad ke-16 dan juga tidak sesudah tahun 1736). Dilihat dari nama pelaku dan nama tempat yang terdapat di dalamnya, HSM menunjukkan adanya hubungan dengan istilah-istilah Sufi. Nama Syah Mardan (Raja Manusia), misalnya, merupakan petunjuk tentang kedudukan potensial pelaku utama sebagai Manusia Sempurna (Insan Kamil) yang merupakan tujuan untuk jalan Sufi. Nama negeri tempat kelahiran pelaku utama, Dar al-Khatan (Negeri Khitan), merupakan lambang inisiasi masuk Islam, demikian seterusnya. Ada empat bagian pokok dalam HSM sebagai berikut.
  1. Pendidikan si pelaku utama dalam kiat untuk memindahkan nyawa.
  2. Pemindahan nyawa pelaku utama ke jasad burung bayan (burung nuri), dan dalam penyamaran ini masuk ke kawasan putri-putri istana, serta petualangan-petualangan asmara bersama putri-putri itu.
  3. Keberhasilan pelaku utama menyembuhkan sang putri yang “gagu” dengan mengajukan teka-teki padanya.
  4. Penangkapan secara licik atas tubuh pelaku utama, ketika sedang dalam keadaan kosong, oleh gurunya; serta tertangkapnya kembali tubuh itu oleh nyawa pelaku utama dengan jalan kecerdikan.

Dari keempat bagian itu, yang dianggap paling indah adalah bagian ke-3, yang merupakan suatu ikhtisar konsep Sufi yang terkandung dalam HSM. Ikhtisar tersebut dengan sangat rapi dipaparkan dalam bentuk empat buah teka-teki simbolik yang disusun dalam komposisi yang tepat simetris berlandaskan bilangan empat. Bagian ke-3 ini tidak hanya menyatukan unsur-unsur naratif dan doktrinal dengan penuh harmoni, tetapi permainan dengan teka-teki tersebut seakan-akan membantu menjelaskan makna yang tersirat dalam HSM. Adapun keempat teka-teki itu adalah sebagai berikut.

  1. Kisah seorang raja dan empat kawannya: anak menteri, anak tukang, anak alim, dan anak saudagar. Mereka berlima berangkat mengembara. Dalam perjalanan mereka bertemu dengan empat gadis jelita yang ingin memikat mereka. Gadis pertama menguraikan rambutnya, gadis kedua membuka dadanya, gadis ketiga memperlihatkan jemarinya, dan gadis keempat memperlihatkan giginya. Apakah arti semua perbuatan gadis-gadis itu? Menurut putri Julus al-Asyikin, gadis pertama memberikan isyarat bahwa ia tinggal di rumah yang di dekatnya tumbuh pohon pinang; gadis kedua memberitahukan bahwa di dekat rumahnya tumbuh pohon kelapa gading; gadis ketiga mengisyaratkan bahwa di dekat rumahnya tumbuh pohon pacar yang daunnya bisa dipakai sebagai inai; sedangkan gadis keempat menyatakan bahwa di dekat rumahnya tumbuh pohon delima. Adapun simbolisme erotik yang terkandung dalam keempat pohon itu merupakan simbol-simbol dalam perkawinan: buah pinang melambangkan lamaran, inai dari daun pacar berperan penting dalam upacara perkawinan, buah delima melambangkan bibir gadis cantik, sedangkan buah kelapa gading yang utuh melambangkan keperawanan. Keempat simbol ini bisa dikaitkan dengan empat tahap perjalanan Sufi. Pertunangan yang menandai titik tolak perjalanan menuju penyatuan (syariat) dilambangkan dengan pohon pinang. Kesadaran akan kesucian (tarikat) diibaratkan dengan pohon kelapa gading. Perkawinan (hakikat) dilambangkan dengan pohon pacar. Penyatuan asyik-masyuk (makrifat) dilambangkan dengan pohon delima. Sementara, putra raja dan keempat kawannya itu melambangkan calon Insan Kamil dan empat tahap perjalanan Sufi yang harus ditempuh (hakikat, syariat, tarikat, dan makrifat) dengan cara menjinakkan empat nafsu dalam jiwa: nafsu safiyah (anak mentri), nafsu amarah (anak tukang), nafsu lawamah (anak saudagar), dan nafsu mutmainah (anak alim).
  2. Kisah empat sekawan yang bertemu dengan seseorang yang diselitkan di pucuk pohon. Salah seorang dari empat sekawan itu menurunkannya, yang kedua membawanya, yang ketiga menyembuhkannya, dan yang keempat memberinya uang. Siapa di antara empat sekawan itu yang menjadi bapaknya, ibunya, saudaranya, dan sahabatnya? Dan siapa yang telah menyelitkan dia di pucuk pohon? Jawaban atas teka-teki ini merupakan lambang-lambang perjalanan Sufi. Yang menjadi bapaknya (syariat) adalah orang yang menurunkannya dari pucuk pohon; ibunya (tarikat) adalah orang yang membawanya; saudaranya (hakikat) adalah orang yang menyembuhkannya; sahabatnya (makrifat) adalah orang yang memberinya uang; sementara orang menyelitkan dia di pucuk pohon adalah Tuhan sendiri.
  3. Kisah tentang pandai besi, pandai kayu, pandai tenun, pandai emas, dan zahid yang terpaksa bermalam di suatu tempat sepi dan berbahaya. Mereka sepakat untuk secara bergilir menjaga kawan-kawan yang sedang tidur. Ketika berjaga, pandai besi membuat pisau, pandai kayu membuat patung perempuan dengan pisau itu, pandai tenun membuatkan pakaian, pandai emas membuatkan perhiasan, sedangkan si zahid berdoa memohon kepada Tuhan agar menghidupkan patung itu. Siapa yang menjadi bapak, ibu, saudara, sahabat, dan Tuhannya? Dalam hal ini simbolismenya cukup jelas karena yang dibicarakan adalah kisah penciptaan. Bapaknya adalah pandai besi (tahap makrifat), ibunya adalah pandai kayu (tahap hakikat), saudaranya adalah pandai tenun (tahap tarikat), sahabatnya adalah pandai emas (tahap syariat), sedangkan Tuhannya adalah si zahid yang menghidupkannya.
  4. Kisah orang yang berjalan di air, di angin, di tanah, dan di api. Siapakah mereka. Orang pertama adalah orang syariat, orang kedua adalah orang tarikat, orang ketiga adalah orang hakikat, sedangkan roang keempat adalah orang makrifat.

Dengan demikian dapat dilihat bahwa keempat teka-teki itu disampaikan dalam rangka menjelaskan tahap-tahap perjalanan Sufi yang bisa dipakai sebagai bekal pemahaman terhadap keseluruhan HSM.

Tidak ada komentar: