Begitulah nasib kedua puluh satu perempuan di Pasuruhan. Ingin mendapatkan Rp 30.000,00, nyawa jadi taruhan. Jika sudah begini, siapa yang akan disalahkan? Tidak adakah sistem pembagian yang lebih menusiawi?
Tentu saja para perempuan itu hanya ingin berjuang untuk mendapatkan sesuap dua suap nasi pengganjal perut manakala harga-harga kebutuhan hidup semakin mencekik. Uang Rp 30.000,00 takkan dapat memenuhi semua kebutuhan mereka. Namun, Rp 30.000 sangatlah berharga di saat seperti ini. Mana mungkin mereka rela berdesak-desakan seperti itu jika mereka tidak sangat membutuhkan uang itu. Mana mungkin mereka datang jauh-jauh ke rumah sang pemberi zakat jika mereka tidak kesrakat. Tak banyak keinginan mereka. Mendapatkan uang sejumlah itu demi dapur agar tetap ngebul. Namun kenyataannya, bukan uang yang mereka dapatkan, melainkan nyawa hilang lantaran berdesak-desakan.
Wahai para empunya harta, tidakkah ada cara yang lebih manusiawi? Haruskah kalian menyiksa mereka demi sebuah "nama baik", "kehormatan", dan "pujian"?