Photobucket

Selasa, 16 September 2008

Mengharap Zakat Jadi Mayat

Begitulah nasib kedua puluh satu perempuan di Pasuruhan. Ingin mendapatkan Rp 30.000,00, nyawa jadi taruhan. Jika sudah begini, siapa yang akan disalahkan? Tidak adakah sistem pembagian yang lebih menusiawi?
Tentu saja para perempuan itu hanya ingin berjuang untuk mendapatkan sesuap dua suap nasi pengganjal perut manakala harga-harga kebutuhan hidup semakin mencekik. Uang Rp 30.000,00 takkan dapat memenuhi semua kebutuhan mereka. Namun, Rp 30.000 sangatlah berharga di saat seperti ini. Mana mungkin mereka rela berdesak-desakan seperti itu jika mereka tidak sangat membutuhkan uang itu. Mana mungkin mereka datang jauh-jauh ke rumah sang pemberi zakat jika mereka tidak kesrakat. Tak banyak keinginan mereka. Mendapatkan uang sejumlah itu demi dapur agar tetap ngebul. Namun kenyataannya, bukan uang yang mereka dapatkan, melainkan nyawa hilang lantaran berdesak-desakan.
Wahai para empunya harta, tidakkah ada cara yang lebih manusiawi? Haruskah kalian menyiksa mereka demi sebuah "nama baik", "kehormatan", dan "pujian"?

3 komentar:

Anonim mengatakan...

ini bisa jadi sentilan dari Alloh bahwa umat islam masih saja belum memahami agamanya. bukankan sudah ada contoh Baitul Mall(tempat membagikan zakat, sodaqoh dll) dulu di jaman para rasul Muhammad dan para sahabatnya....contohlah nabimu dan sahabatmu niscaya hidupku akan aman dan tenteram.

simbok mengatakan...

Begitulah. Jika kita melakukan sesuatu dengan baik dan benar serta tulus, pastilah semuanya akan berjalan dengan baik.

Sekar Lawu mengatakan...

halo Mbok, salam kenal dari saya...
Saya juga heran, cuma mau ngantri 10-20 ribu kok jadi mayat...
Lha mbok sudah, nrimo ing pandum saja...
(jawab si mayat: namanya juga usaha...)